Jumaat, 8 Januari 2016

Kerajaan Sentawar

Jerita ari madik kitai suku Kaayan...trima kasih Julita Patrick laban nuan jerita engau pages aku...salute all dayak..Nda ngira apa suku kitak,kitak tau share jerita kitak engau aku..kitai dah bambu diri menyadi enda tau belaya agi...oooo haaaaa serakup kitai..
Kerajaan Sentawar…
Taukah anda bahwa pada jaman dahulu suku
Dayak pernah membangun sebuah kerajaan yang
bernama “Kerajaan Sentawar” yang berpusat di
daerah sekitar kecamatan melak yang sekarang
bernama Sendawar. Situs Sentawar merupakan
peninggalan bersejarah bagi Kerajaan Sentawar
yang secara mitologi itu merupakan cikal bakal
lahirnya suku-suku dayak di kabupaten kutai
barat. Menurut Legenda Kerajaan Sentawar
dengan Raja Tulur Aji Jangkat bersama
permaisuri Mok Manor Bulatn dan mereka
memupnyai 7 orang anak :
1).Sempulang Gana (keturunan Iban)
2).Paharang Roma (keturunan Kaayan)
3).Sualas Gunan (Mjd
Keturunan Tanjung),
4)Jeliban Bena (Mjd
Keturunan Kelabit ),
5)Puncan Karnaa (Mjd Keturunan
Bidayuh),
6) Tantan Cuna (Mjd Keturunan Bahau)
7)Nara Guna (mjd Keturunan Kedayan)
Raja Pertama adalah Tulur Aji Jangkat dan kemudian digantikan oleh puteranya yang pertama Sempulang Gana yang bakal melahirkan keturunan Iban,Lan Dayak,dan sebagainya.Selepas Sempulang Gana membawa hati naik gunung.Dia di gantikan Paharang Roma yang merupakan seorang bakal melahirkan suku dayak
Kaayan,kenyah,penan,punan dan sebagainya yang menjadi Raja Ke 3 di Kerajaan Sentawar selepas Sempulang Gana turun tahta untuk bekelana..Putera ke tiga Sualas Gunan yang merajuk kerana tak dberi tanah jajahan ayahnya telah pergi merantau dan tingal tebingan sungai dan beranak pinak melahirkan kaum Tanjung dan seterus pepecahan suku yang mediami sungai menjadi pelbagai suku seperti Baketan,Sekapan,Rajang dan sebagainya..Ketiga Putera Raja yaitu Jeliban Bena dan dan puteranya keempat Puncan Karnaa pergi merantau dan menaiki perahu melewati sungai Mekam. Puncan Karna menuju arah hilir sungai Mekam dan melahirkan suku Bidayuh,Melanau dan sebagainya..Sedangkan Jeliban Benaa bergerak kearah hulu sungai Mekam
dan sampai didaerah yang bernama Tering dan kemudian menguasai daerah tersebut. Dan kemudian mereka beranak cucu menjadi orang Kelabit,Ukit,dan sebagainya..Begitu juga putera ke enam Tantan Cuna merantau dan tingal tepian pantai dan melahirkan suku bahau,melayu dan sebagainya..dan putera ketujuh Nara Gunaa itu merantau dan tingal di muara sungai sungai melahirkan keturunan Kedayan,Lun Bawang dan sebagainya...
Ini cerita mitos nenek moyang tedahulu.Entah betul atau tidak hanya Tuhan mengetahui.Dari itu marilah kita SERAKUP dbawah naungan nama DAYAK..kita sebenarnya sekeluarga tapi orang terdahulu yang ingin nak berkuasa merubah semuanya...
Latar Belakang..dari sudut di Kalimantan..
Suku Dayak Kayaan satu dari 151 subsuku Dayak
di Kalimantan Barat (Buku Mozaik Dayak,
Keberagaman Suku dan Bahasa Dayak di Kalbar,
terbitan Institut Dayakologi, 2008) yang mendiami
Sungai Mendalam Kecamatan Putussibau
Kabupaten Kapuas Hulu-Kalimantan Barat adalah
masyarakat yang kehidupan mereka relatif kental
dengan adat istiadat. Dewasa ini, suku Dayak
Kayaan sudah semakin banyak menetap di
berbagai kabupaten/kota di Kalbar. Suku Dayak
Kayaan yang mendiami Sungai Mendalam ini
terdiri dari tiga subsku kecil, yakni Kayaan Umaa’
Pagung, Umaa’ Suling dan Umaa’ Aging. Mereka
semua adalah suku bangsa Kayaan.
Sejak ratusan tahun silam suku ini meninggalkan
Apo Kayaan di Kabupaten Bulungan Kalimantan
Timur (daerah asal suku Dayak Kayaanik),
mereka selalu memegang teguh budaya dari
leluhurnya. Salah satunya adalah upacara
syukuran atas berkah dan rahmat dari Tipang
Tenangaan (Tuhan Allah), dalam bentuk upacara
adat yang dinamai Dange. Dange memiliki makna
yang sama dengan gawai Dayak. Dange adalah
upacara adat yang selain untuk mengucap syukur
pada Tuhan atas hasil perladangan, juga untuk
mengumpulkan saudara-saudara mereka yang
masing-masing sibuk dengan pekerjaan sendiri
selama satu siklus perladangan untuk saling
meneguhkan, memaafkan dan saling memgbai
pengalaman hidup.
Dalam syair sastra dayung dange (syair doa yang
dilagukan dalam dange) Dayak Kayaan, adanya
tradisi upacara adat yang sarat dengan makna
ritual dan riligius bahwa dange diciptakan oleh
kuu’ Kuleh (kake Kuleh) Menurut syair dalam
dayung dange, ku’ kuleh ini adalah orang Kayaan
Umaa’ Aging. Tapi dange ini juga berlaku pada
Kayaan Umaa’ Suling.
Kuu’ Kuleh ini punya anak dan cucu yang
masing-masing hidup sendiri ditempat lain.
Mereka ini ada yang berada di lung danum
(harafiahnya adalah kuala sungai), aur danum
(harafiahnya adalah hulu sungai), lung hilo, lung
leno. Tempat-tampat yang dimaksud adalah
tempat dimana Lawe’ (Lawe’ adalah orang yang
memiliki kekuatan supranatural dan tersohor
dalam cerita suku Dayak Kayaan) dan Kerigit
(Kerigit adalah istri Lawe’). Daerah ini sekarang
berada di daerah Apo’ Kayaan.
Semua anak dan cucu Kuu’ Kuleh dikumpulkan.
Tetapi dia bingung bagaimana mereka bisa naik
rumah dan semangat anak dan cucunya bisa
kuat. Maka Kuu’ Kuleh mengadakan mela (daun
juang dan besi yang disebut ukul, dikikat menjadi
satu, kemudian dikibas-kibas pada tangan
sementara lantai ada malaat kayo/mandau dan
bato kajaa’ ; batu khusus yang disiapkan untuk
diinjak oleh orang yang dimela). Setelah proses
ini selesai, baru anak dan cucunya boleh masuk
dalam rumahnya. Setalah proses mela selesai,
barulah Kuu’ Kuleh mengadakan dange.
Sementara munculnya dange pada Kayaan Umaa’
Pagung menurut cerita rakyat, setelah ada
seorang bayi laki-laki ditemukan dalam paak
nagnga’ (pelepah tanaman sebangsa pohon
palem), ketika suku ini pergi malo’ (pergi
mengerjakan sagu; baca sagu). Penemuan anak
itu secara kebetulan, namun ketika ditemukan dia
menangis, bahkan hingga sampai ke rumah.
Sesampai dirumah, bayi itu diberi nama Kilah,
setelah beberapa nama lain diberikan padanya
namun tidak cocok. Karenanya maka Kuu’ Kialah
digelar dengan panggilan Kuu’ Kilah Paloo’.
Ketika dia sudah dewasa, Ku’ Kilah Palo
mendirikan dange Uma Pagung. Kuu’ Kilah inilah
yang menciptakan dange dalam subsuku Kayaan
Umaa’ Pagung. Tujuan dange yang diciptakan
oleh Kuu’ Kilah ini sama hakekatnya dengan
dange yang diciptakan oleh Kuu’ Kuleh.
Dange adalah upacara adat yang tertinggi dan
sakral dalam deretan upacara lalii’ (peraturan dan
larangan dalam simbol adat berdasarkan
keyakinan; Mikhail Coomans, 1987) pada sistim
perladangan suku Kayaan. Karenanya upacara
sakral ini mesti dilakukan setiap tahun. Dange
yang dilakukan setelah panen padi yang jatuh
sekitar bulan April-Mei setiap tahun ini, bermakna
positif bagi masyarakat Kayaan. Yakni selain
digunakan sebagai moment untuk bersyukur atas
hasil perladangan, juga untuk meminta hasil
perladangan yang berlimpah untuk tahun
berikutnya, melalui Savit Puyaang Lahe alang
hipun kenap sayuu’ nite (Tuhan pencipta langit
dan bumi yang memiliki sifat murah hati) agar
memberikan rejeki pada umatnya.
Dalam upacara dange, selain mengadakan tarian
pejuu’ lassah, yang merupakan simbol dan media
bagi masyarakat Kayaan untuk menyampaikan
doanya dan permohonan pada Tuhan, juga
mengadakan ritual neguk (neguk; asal kata dari
mengetuk. Ritual ini bertujuan untuk meminta
pada tanah, hujan, kemarau, binatang dalam
tanah seperti cacing dan sebagainya), agar
kegiatan dange yang berlangsung bisa sukses,
sekaligus diberikan kemudahan dan rejeki dalam
perladangan pada tahun berikutnya.
Keterlibatan semua orang ketika upacara dange
berlangsung, merupakan bagian dari persembahan
rohani yang tak ternilai pada Tipang. Karena
bagi-Nya, dalam keyakinan Dayak Kayaan,
kehadiran setiap orang merupakan sebuah
kehormatan terbesar, karena manusia mau
mengadakan upacara yang harus mengorbankan
kurban persembahan baik berupa babi, ayam dan
kepala manusia (jika dulu; Kayaan Umaa’ Pagung
harus mengurbankan kepala manusia) dan semua
hasil perladangan dalam ritual dange....

Tiada ulasan: